Minggu, 26 April 2009

Adakah Cerita Ini Berkaitan Dengan Infak Persenan I?

Cerita Tsa’labah Bin Hathib Al-Anshriy


Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

“Sedikit (harta) yang engkau tunaikan (kewajiban) syukurnya labih baik dari banyak (harta) yang engkau tidak sanggup menunaikan (kewajiban syukurnya)”

SANGAT LEMAH. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Al-Maawardiy dan Ibnu Sakan dan Ibnu Syaahin dan lain-lain sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir di Tafsir-nya (2/374 di dalam menafsirkan ayat 75 & 75 surat At-Taubah) dan Al-Hafidz Ibnu Hajar di kitabnya Al-Ishaabah fi Tamyiz Ash-Shahabah (juz 1 hal.198) dan Ibnu Abdil Barr di kitabnya Al-Isti’aab (juz 1 hal. 200-201), dari jalan Mu’aan bin Rifa’ah, dari Ali bin Yazid, dari Qashim bin Abdurrahman, dari Abu Umamah (ia berkata) : Bahwa Tsa’labah bin Haathib Al-Anshariy pernah berkata : Ya Rasulullah, berdo’alah kepada Allah agar Ia memberikan rizki kepadaku berupa harta (yang banyak).

Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedikit (harta) yang engkau tunaikan (kewajiban) syukurnya lebih baik dari banyak (harta) yang engkau tidak sanggup menunaikan (kewajiban syukurnya)”

Kemudian ia menyebutkan hadits yang panjang tentang do’a Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Tsa’labah agar memperoleh harta yang banyak. Yang pada akhirnya Tsa’labah tidak mau mengelurkan zakat. Kemudian turunlah firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 76. Dan di dalam hadits itu diterangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai mati tidak mau menerima zakatnya Tsa’labah. Demikian juga Abu Bakar dan Umar dan dia mati pada zaman pemerintahan Utsman.

Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar di kitabnya Al-Ishaabah fi Tamyiz Ash-Shahaabah (juz 1 hal. 198) setelah meriwayatkan hadits diatas, “Jika sah hadits di atas, dan saya mengira bahwa hadits di atas tidak sah”.

Saya berkata ; Sanad hadits ini sangat dla’if, di dalamnya terdapat dua ‘illat (penyakit).

[1]. Mu’aan bin Rifa’ah As-Salaamiy, seorang rawi yang lemah/dla’if di dalam periwayatan hadits. Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar di Taqrib-nya, “Layyinul hadits katsirul irsaal (orang yang lemah haditsnya dan sering memursalkan hadits)”.

[2]. Ali bin Yazid bin Abi Ziyad Al-Alhaaniy Abu Abdul Malik Ad-Dimasyqiy. Berkata Al-Hafidz di Taqrib-nya, “Dla’if” Berkata Bukhari, “Munkarul hadits”. Berkata An-Nasa’i, “Laisa bi tsiqatin (bukan orang yang tsiqah)”. Berkata Daruquthni, “Matruk”. Dn lain-lain [Mizanul I’tidal Juz 3 hal.161]

Saya berkata : Ditinjau dari jurusan matannya (isinya) hadits ini pun batil dari beberapa jurusan.

Pertama : Tsa’labah bin Haathib Al-Anshariy seorang Shahabat yang ikut di dalam perang Badar. Sedangkan orang yang ikut perang Badar telah ditegaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan masuk neraka sebagaimana diterangkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar di kitabnya Al-Ishaabah fi Tamyiz Ash-Shahabah Juz 1 hal. 198 dengan menurunkan sebuah hadits shahih.

Kedua : Tidak dijumpai dari seorangpun Shahabat yang tamak terhadap dunia, kikir dan tidak mau mengeluarkan zakat sebagaimana riwayat di atas apalagi dari seorang Shahabat yang pernah ikut di dalam perang Badar.

Ketiga : Hadits dla’if di atas jelas-jelas telah menyalahi sirah (perjalanan) para Shahabat yang mulia yang telah mendapat keridlaan Rabbul Alamin

Keempat : Sebaliknya, mereka berlomba-lomba menginfakan harta-harta mereka fi sabilillah.

Kelima : Kebatilan dan kejanggalan hadits diatas akan bertambah jelas apabila kita melihat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘tidak mau’ menerima taubatnya. Padahal Allah Azza wa Jalla Maha Pengampun dan Maha Menerima Taubat sebagaimana firman-Nya di banyak ayat di dalam Al-Qur’an. Demikian juga sabda-sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallm yang suci yang menjelaskan bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Menerima Taubat hamba-hamba-Nya yang berdosa hatta si kafir dan si musyrik dan munafiq. Mimbaabil aula (lebih utama lagi) dari seorang muslim yang berdosa hatta dosa yang paling besar yaitu syirik kalau dia bertaubat sebelum matinya, niscaya dia dapati bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Menerima Taubat.

http://www.almanhaj.or.id/content/2314/slash/0